Senin, 15 Agustus 2011

BACALAH, BILA KUALITAS MANUSIA MAU MENINGKAT


Oleh : Amin Fa,S.Psi

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan minat baca masyarakatnya masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hasil survei yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkompeten. Di antaranya survei Internasional Associations for Evaluation of Educational (IEA) pada tahun 1992 menyebutkan kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar kelas IV Indonesia berada pada urutan ke-29 dari 30 negara di dunia, berada satu tingkat di atas Venezuella.

Riset International Association for Evaluation of Educational Achievement (IAEEA) tahun 1996 menginformasikan bahwa melek baca siswa usia 9-14 tahun Indonesia berada pada urutan ke-41 dari 49 negara yang disurvei1.

Data Bank Dunia tahun 1998 menginformasikan data kebiasaan membaca anak-anak, sbb :
·         Indonesia berada pada level paling rendah (skor 51,7).
  •           Filipina (52,6),
  •          Thailand (65,1), dan
  •          Singapura (74,2).

Dalam tahun 1998-2001 hasil suveri IAEEA dari 35 negara, menginformasikan melek baca siswa Indonesia berada pada urutan yang terakhir. Publikasi IAEEA tanggal 28 November 2007 tentang minat baca dari dari 41 negara menginformasikan melek membaca siswa Indonesia selevel dengan negara belahan bagian selatan bersama Selandia Baru dan Afrika Selatan.

Sedangkan BPS tahun 2006 mempublikasikan, membaca bagi masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan sebagai sumber untuk mendapatkan informasi. Masyarakat lebih memilih :
  •          menonton televisi (85,9%)
  •          mendengarkan radio (40,3%) 
  •          membaca (23,5%).

Artinya, membaca untuk mendapatkan informasi baru dilakukan oleh 23,5% dari total penduduk Indonesia. Masyarakat lebih suka mendapatkan informasi dari televisi dan radio ketimbang membaca. Dengan data ini terbukti bahwa membaca belum menjadi kebutuhan bagi masyarakat.
Bahkan kalau dilihat dari data pengguna buku koleksi sumbangan dari PBB dan Bank Dunia sebagaimana di kelola oleh perpustaakaan nasional, semakin terlihat ketidak bergairahan membaca di negara ini. Dilaporkan dalam rentang tahun 1995 sampai tahun 1999, buku sumbangan tersebut hanya dibaca oleh 536 orang.

Dampak Yang Signifikan Dari Rendahnya Minat Baca
Rendahnya minat baca dikalangan siswa dan masyarakat Indonesia pada umumnya berpengaruh buruk terhadap kualitas pendidikan. Wajar, sudah lebih setengah abad bangsa Indonesia merdeka, permasalahan kualitas pendidikan masih berada dalam potret yang buram.
Kualitas pendidikan bangsa Indonesia masih tertinggal dari negara-negara tetangganya. Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam.
Hasil tes yang dilakukan Trends in Science Study (TIMSS) 2003 terhadap para siswa kelas II SLTP 50 negara di dunia, menunjukkan prestasi siswa-siswa Indonesia berada di peringkat ke-36 dengan nilai rata-rata Internasional 4748.
Hasil survey World Competitiveness Year Book dari tahun 1997 sampai tahun 2007 pendidikan Indonesia berada dalam urutan yang rendah, yaitu pada tahun 1997 dari 49 negara yang diteliti Indonesia berada di urutan 39. Pada tahun 1999, dari 47 negara yang disurvei Indonesia berada pada urutan 46. Tahun 2002 dari 49 negara Indonesia berada pada urutan 47 dan pada tahun 2007 dari 55 negara yang disurvei, Indonesia menempati urutan yang ke 53.
Di samping itu, kualitas pendidikan tinggi Indonesia juga masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita. Jika dilihat dari survei Times Higher Education Supplement (THES) 2006, perguruan tinggi Indonesia baru bisa menjebol deretan 250 yang diwakili oleh Universitas Indonesia, kualitas ini berada di bawah prestasi Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) yang menempati urutan 185. Kumudian pada tahun 2007 menurut survei THES dari 3000 unversitas di dunia, ITB baru berhasil berada pada urutan 927 dan sekaligus menjadi perguruan tinggi top di Indonesia.
Kualitas pendidikan yang rendah ini berimplikasi pada rendahnya kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola masa depan dan lambatnya kemiskinan teratasi. Rendahnya kemampuan sumberdaya manusia itu, dapat dilihat dari minimnya bangsa Indonesia melahirkan pelaku-pelaku ekonomi yang berdaya saing. Foreign Direct Investment (FDI) Indonesia berada diurutan 138 dari 140 negara. Menurut Ciputra sampai hari ini bangsa Indonesia hanya baru mempunyai 0,18% pengusaha dari jumlah penduduk sedangkan syarat untuk menjadi negara maju minimal 2% dari jumlah penduduk harus ada pengusaha. Saat sekarang Singapur sudah mempunyai 5% dan Amerika Serikat 7% dari jumlah penduduk. Berdasarkan kondisi Indonesia sekarang ini maka Indonesia membutuhkan minamal 400 ribu pengusaha. Pendidikan yang berkualitas sangat berperanan dalam melahirkan pengusaha-pengusaha tersebut.

Implikasi yang lain dari rendahnya kualitas pendidikan dapat dilihat dari Human Development Index (HDI) Indonesia yang rendah. Menurut laporan United Nation Development Programe/UNDP pada tahun 2007 dari 177 negara yang dipulikasikan HDI Indonesia berada pada urutan ke-107. Indonesia memperoleh indeks 0,728. Di kawasan ASEAN Indonesia menempati urutan ke-7 dari sembilan negara ASEAN. Peringkat teratas di ASEAN adalah Singapura dengan HDI 0,922, disusul Brunei Darussalam 0,894, Malaysia 0,811, Thailand 0,781, Filipina 0,771, dan Vietnam 0,733. Sedangkan Kamboja 0,598 dan Myanmar 0,583 berada di bawah HDI Indonesia.

Bila kita disajikan data – data tentang besarnya pengaruh dari minat baca yang rendah ini, masihkah kita berpangkku tangan untuk tidak tergerak hatinya, membangun komunitas gemar membaca bagi Bangsa Kita, kalau bukan kita, siapa yang mau peduli.

*Diambil dari : Penilitian Ilmiah, Silfia Hanani -Mahasiswa S3 UKM dan Dosen STAIN Bukittinggi.