Jumat, 29 Mei 2009

PARADIGMA BARU SEKOLAH INTERNASIONAL BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCE

1. Sekolah menjadi pusat sumber daya manusia sepanjang hayat.

2. Aktivitas sekolah berdampak langsung terhadap keluarga dan masyarakat sekitarnya.

3. Sistem kurikulum dan manajemen sekolah BOTTOM => UP. Segala yang menjadi kebutuhan masyarakat dan pelajar diangkat menjadi satu bentuk pembelajaran.

4. Setiap pelajaran terintegrasikan dengan 3 mata pelajaran utama, yaitu: · belajar tentang cara belajar. · belajar tentang cara berpikir. · belajar tentang aplikasi kehidupan sehari-hari.

5. Belajar yang menggembirakan, mengasuh, dan berpusat pada siswa.

6. Sekolah menawarkan pilihan sesuai dengan bakat siswa. Berdasar hasil dan kreativitas.

7. Pendekatan belajar holistik, kontekstual dan saling berkaitan.

8. Belajar yang memanfaatkan seluruh otak, multi indera, dan aktif secara fisik.

9. Gambar dan pengalaman konkrit sebagai landasan belajar.

10. Semua siswa dianggap pandai dan semua pelajaran mudah.

11. Guru mengajar dengan Student Talking time, Interactive book, Global analysis dan Heterogen.

12. Guru memberikan informasi berupa pengalaman sebelum sampai konsep.

13. Guru harus mengakui setiap usaha siswa, baik jawaban yang benar maupun yang salah.

14. Prioritas dalam mengajar adalah 20% penyampaian guru dan 80% aktivitas siswa.

15. Pada semua lingkungan ada proses belajar, belajar tidak hanya tidak hanya di dalam kelas.

16. Guru sebagai aktor di dalam kelas yang membuat siswa terkesima dan senang.

17. Guru mengajar menurut gaya belajar siswa dan kecenderungan kecerdasan siswa.


Salaam Great Teacher,

Amin Fa.

Minggu, 24 Mei 2009

PARADIGMA LAMA SEKOLAH MODEL KONVENSIONAL


1. Sekolah hanya menjadi pusat pengajaran mulai jam 7 pagi sampai jam 2 siang.
2. Aktivitas belajarnya tidak mempunyai basis masyarakat.
3. Sistem kurikulum dan manajemen sekolah TOP à DOWN. Semua materi dikemas oleh pusat dan diteruskan ke bawah, sering terjadi kesenjangan antara pelajaran di sekolah dengan kebutuhan masyarakat.
4. Setiap pelajaran berdiri sendiri dan terpisah dari aplikasi kehidupan sehari-hari.
5. Belajar adalah doktrin, serius, suram, kering, kaku dan berpusat pada guru.
6. Sekolah seperti pabrik, mencetak siswa menjadi ukuran dan bentuk yang sama. Berdasar waktu dan patuh pada petunjuk.
7. Pendekatan belajar linier, mekanistis dan terkotak-kotak.
8. Belajar yang kognitif, verbal, menekankan otak kiri dan pasif secara fisik.
9. Kata-kata dan konsep abstrak sebagai landasan belajar.
10. Ada pembagian pembagian kelas menurut kepandaian siswa (kelas akselarasi)
11. Guru mengajar dengan penyakit DYSTECHIA dengan virus 4T, yaitu : Teacher talking time, Textbook & quite book, Task analysis, Tracking
12. Guru langsung mengajar tentang konsep.
13. Guru hanya mengakui setiap usaha siswa yang benar, tidak dengan yang salah.
14. Prioritas dalam mengajar 80% penyampaian guru dan aktivitas siswa hanya 20%.
15. Lingkungan belajar hanya dalam kelas yang dibatasi dinding dan bangku.
16. Guru menjadi sosok yang harus didengarkan, dituruti perintahnya dan tidak boleh dikritik dan menakutkan.
17. Guru mengajar dengan gaya belajar guru sendiri, siswa harus mengikuti gaya belajar guru dan tidak memperdulikan kecenderungan kecerdasan siswa.

Sabtu, 23 Mei 2009

PENERIMAAN SISWA BARU (PSB) DALAM PERSPEKTIF SEKOLAH BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCE.



Sekolah sebenarnya TIDAK BERHAK MENOLAK siswa untuk bersekolah dengan alasan tidak lulus TES MASUK dengan berbagai bentuknya.

Bulan Juni adalah bulan dimana banyak calon siswa mencari sekolah dan mendaftar kesekolah baru. Dari SD ke SMP baru, dari SMP ke SMA/K baru, begitu pula dari Taman Kanak-kanak menuju SD yang baru bagi mereka murid TK. Pemandangan ini umum terjadi di Indonesia.
Dalam proses pendaftaran siswa baru di suatu sekolah memang berbeda –beda cara dan standar penerimaan siswa barunya, namun bisa kita dengar dari para siswa maupun dari wali murid ada diantara mereka yang diterima disekolah barunnya tersebut ada yang menunggu pengumuman lulus tidaknya, dan ada yang langsung ditolak atau tidak diterima, akhirnya terpaksa mencari sekolah baru yang lainnya.
Coba kita bayangkan seandainya murid yang ditolak adalah kita atau anak – anak kita, betapa sedih dan gundah gulana perasaan dan fikiran kita, buat yang sudah diterima disekolah yang ditujunya mungkin tidak akan sepusing orang tua yang anaknya ditolak untuk masuk kesekolah tersebut. Akibat dari penolakan yang kebanyakan alasannya sangat tidak realistis dan masuk akal, dan kebanyakan orang tua pun menerima penolakan tersebut dengan anggapan sudah biasa kalau sekolah menolak muridnya tanpa alasan yang jelas.
Kekecewaan yang lebih dalam akan diderita oleh sang murid, karena dalam fikirannya mereka langsung menuding dirinya sendiri dengan perkataan “dasar memang kamu anak yang tidak mampu”, sejak penolakan dan kekecewaan tersebut sudah terbentuk didalam memori otak si anak, bahwa dirinya adalah anak yang tidak mampu, ini adalah pahatan peristiwa dan kejadian yang menghadirkan pola pikir negatif si anak terhadap dirinya pribadi, ada penolakan terhadap dirinya sendiri, perasaan rendah diri, tidak berharga, dan sekalipun kemudian dia diterima disekolah berikutnya pasti anak akan mencap dirinya sendiri dengan anak yang tidak mampu, sehingga harus menerima kenyataan sekolah disekolah yang menurutnya pribadi, adalah tidak bermutu, alias sekolahan asal – asalan dari pada tidak sekolah.
Pengelompokan anak berdasarkan tes – tes penerimaan siswa baru yang didesain sedemikian rupa agar terjadi yang namanya “Persaingan” sebenarnya tidak perlu terjadi seandainya kita menyadari bahwa sesungguhnya setiap penyelenggaraan sekolah memiliki standarisasi pendidikan yang sama, mulai dari kualitas guru, kurikulum, hingga resource yang digunakan. sehingga seleksi penerimaan siswa baru tidak berbasis tes – tes standar yang tidak memiliki tujuan pendagogig yang jelas dan dikotomi pembagian manusia secara primordial dan tradisional, yaitu anak pandai dan anak bodoh.
Bila paradigma pengelolaan sekolah adalah paradigma sekolah unggul, berarti tidak ada sekolah yang tidak unggul didalam satu distrik atau wilayah kerja kedinasan. Sebab aturannya sudah jelas bial mendirikan sekolah harus dengan standar yang baku yaitu sekolah unggul, agar disuatu masa kedepan masyarakat tidak diombang ambingkan dengan adanya dikotomi sekolah unggul dan sekolah tidak unggul, ya kalau diterima oleh sekolah unggul siswa tidak kecewa, tapi ketika ditolak atau tidak lulus akibatnya kekecewaan yang mendalam seperti ilustrasi diatas akan dialami oleh banyak sisiwa, itu berarti kita sedang melakukan pembantaian massal terhadap masa depan bangsa, yaitu generasi muda harapan bangsa yang patah semangat dan tidak percaya diri.
Dalam urusan mendidik, sebenarnya yang paling menentukan adalah bagaimana mental belajar dan rasa percaya diri yang tinggi bisa ditumbuhkembangkan oleh seorang fasilitator/ guru, sebab dengan modal keberanian dan motivasi diri yang benar akan melahirkan antusiasme belajar dan dapat mewujudkan tujuan yang kuat dalam menilai proses pembelajaran selanjutnya, bila goal dalam belajar telah selesai dipelajari dan dipegang kuat oleh siswa maka, prestasi dalam memahami pelajaran apapun akan memberikan kemudahan bagi dirinya, ini sama artinya siswa diberikan pembelajaran untuk memahami siapa dirinya sebenarnya (Aku Diri), bila kita perhatikan kebanyakan siswa berhasil dikelas karena faktor ini dimilikinya secara pribadi, maka kekuatan diri yang terbangun akan menjadi modal yang baik untuk masa depan pelajar tersebut.
Baiklah kita sudah mau menyepakati pemahaman diatas, itu artinya hal pokok ini jangan dipatahkan, di hancurkan atau dirubuhkan sejak penerimaan siswa baru, apakah hanya dengan cara – cara seperti itu saja yang membuat sekolah sukses mengajar? Kebanyakan sekolah yang penerimaan siswanya menggunakan seleksi kognitif, bukanlah sekolah unggul melainkan sekolah yang inputnya (murid) saja unggul, tetapi kemampuan gurunya tidak pernah ada up grading teaching skill dan meaner –nya, jadi bisa saja kalau guru – guru disekolah tersebut dipindahkan ke sekolah yang underdog akan kelihatan ketidak mampuannya dalam mengajar.
Maka solusi yang tepat bagi sekolah anak bangsa adalah sekolah yang tidak berorientasi unggulnya hanya pada input (murid) melainkan berorientasi pada proses (kemampuan tertinggi gurunya) dalam mendidik siswa dari tidak bisa apa – apa menjadi bisa apa (kompetensi).
Bila ini yang kita inginkan (sekolah berbasis kemampuan-kompetensi) maka hal pokok yang harus diketahui oleh seorang fasilitator dalam mendidik dan mengarahkan kepada kemampuan tertinggi siswanya, harus memiliki skill dalam mengajar dengan tehnologi teaching yang tinggi (high), atau kami biasa menyebut Teaching Technology (tehnologi pengajaran) yang berbasis kemampuan manusia. Dengan tehnlogi ini maka guru dapat membimbing siswa sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya (talenta) dan meningkatkan kemampuan mentalnya dalam proses belajar. Mendidik sampai kepada kemampuan yang memadai adalah tugas mulia yang dipikul oleh seorang fasilitator/ guru, maka untuk memudahkan para fasilitator, mereka harus dibantu dengan sebuah alat riset yang dapat menemukan kecenderungan hal itu, maka teaori Multiple Intelligence telah memberikan arahan untuk melakukan riset MI terlebih dahulu sebelum membuat sebuah strategi dan menerapkan pengajaran bertehnologi tinggi.
Pada proses penerimaan siswa baru, menggunakan riset MI, dengan menggunakan riset ini siswa sudah ditemukan apa kecenderungan tertingginya dan kelak akan dimasukan dalam kelas yang sesuai dengan rumpun kecerdasannya, dan yang lebih penting lagi tidak ada siswa yang mengalami kekerasan mental, kekecewaan yang mendalam dan pembunuhan karakter, sehingga siswa merasa dihormati sebagai manusia dan diberinya keyakinan bahwa mereka memiliki kecerdasan yang dianugrahkan Tuhan untuk mengarungi kehidupan sesuai dengan keinginan dan bakatnya. Tidak adanya penolakan dalam bentuk hasil tes yang tidak jelas manfaatnya, melainkan setelah jumlah bangku dibayar oleh orang tua murid, segera panitia PSB menutup pendaftaran, dan menyatakan jumlah murid sudah terpenuhi, bukan ditolak karena tidak lulus tes.
Akhirnya mari kita segera menyadari dan mau membuka diri untuk merubah cara – cara lama untuk menerima siswa dengan cara menerima siswa apa adanya dan segera meningkatkan kemampuan mengajar pada fasilitator/ guru yang ada. Ingatlah sekolah – sekolah tersebut dibangun untuk mendidik anak – anak kita menjadi orang yang lebih baik pandangan hidupnya dan cara berfikirnya, dibanding kita yang telah berlalu masa kejayaannya.

Salam Great Teacher.
Amin Fa.